Generative AI (GenAI) – seperti ChatGPT, Gemini, atau DeepSeek – makin sering dipakai mahasiswa buat bantu ngerjain tugas kuliah. Tapi pertanyaannya: boleh nggak sih sebenarnya pakai AI?
TL/IDR: boleh, tapi harus tahu etika penggunaannya.
Yuk kita kupas kapan boleh dan tidak boleh pakai GenAI dalam perkuliahan.
Kapan Boleh Pakai AI? ✅
Umumnya, GenAI boleh digunakan untuk hal-hal seperti:
Brainstorming: Bingung mau nulis apa? Pakai GenAI buat cari ide awal atau bikin outline kasar. Lalu kembangkan gagasan tersebut secara mandiri.
Meringkas Teks yang Panjang: Pakai AI untuk mendapatkan gambaran umum dan skimming teks panjang, tapi bukan untuk menggantikan proses membaca keseluruhan.
Belajar Materi Sulit: Minta penjelasan ulang dari AI saat dosenmu ngajarin konsep rumit pakai bahasa alien.
Ngecek Tata Bahasa: Pakai AI buat ngecek grammar atau nyari kalimat yang lebih enak dibaca.
Bantu Coding (kalo dibolehkan dosen): Kalau kamu kuliah di jurusan yang butuh ngoding, AI bisa bantu debug atau kasih saran — asal kamu paham konsep dasarnya dulu ya.
Latihan Soal: Mau belajar sebelum ujian? Suruh AI buatin soal-soal latihan buat ngetes pemahaman kamu.
Mencari Pendapat yang Berbeda: Minta AI untuk mencari pendapat yang berbeda dengan pendapatmu untuk meperkaya dan mempertajam argumen dalam analisismu.
Kapan Tidak Boleh? 🚫
Beberapa penggunaan AI berikut dapat melanggar etika akademik:
Mengklaim hasil AI sebagai karyamu sendiri: copas mentah-mentah jawaban dari AI (teks, gambar, suara, video, code) dan mengakuinya sebagai hasil karyamu sendiri.
Menggantikan tugas berpikir kritis: membuat keseluruhan esai, solusi, dan hasil karya kreatif, yang diharapkan untuk kamu buat sendiri.
Mengabaikan proses belajar: menggantungkan kepada AI untuk menjawab pertanyaan atau tugas yang sulit tanpa berusaha mengembangkan pemahaman sendiri.
Membuat kutipan, data, atau referensi palsu hasil karangan AI.
Mengunggah data sensitif: data privat, data perusahaan, ataupun data sensitif lainnya tidak boleh diunggah ke AI.
Kalau kamu tetap ngelakuin itu bisa-bisa dianggap plagiarisme, dan itu termasuk pelanggaran serius di dunia akademik (e.g. bisa kena sanksi bahkan hingga dikeluarkan dari kampus).
Bagaimana Etika Menggunakan AI? 💕
Kalau kamu pakai GenAI yang berkontribusi signifikan ke isi tugasmu, seperti:
Membuat outline atau struktur laporan yang benar-benar membentuk hasil akhir tugasmu.
Menyisipkan kalimat, paragraf, atau ide hasil dari AI, meskipun sudah kamu edit.
Membuat kode, analisis data, atau solusi spesifik yang jadi bagian tugasmu.
Meringkas sumber bacaan yang kemudian kamu pakai di tulisanmu.
Maka kamu wajib melaporkan secara transparan dalam sebuah “pernyataan pengungkapan” (disclosure statement) yang minimal berisikan: nama platform AI yang digunakan dan bagaimana cara penggunaannya (misal: brainstorming, meringkas, bantu coding, bikin gambar).
Cara pengungkapan bisa lewat:
1. Pernyataan Umum (Acknowledgment):
“Penulis menggunakan bantuan ChatGPT 4.0 untuk mengembangkan ide awal dan memperbaiki struktur kalimat dalam penugasan ini.”
2. Catatan Kaki (Footnote):
Bagian argumentasi awal dikembangkan dengan bantuan Gemini (akses 14 April 2025) menggunakan prompt: ‘Apa saja dampak sosial dari subsidi energi?'
3. Di bagian metode penelitian:
Selama proses brainstorming, ChatGPT digunakan untuk mengeksplorasi berbagai topik seputar ekonomi sirkular. Ide-ide yang relevan kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan kajian pustaka manual.
Mari kita gunakan GenAI sebagai alat bantu belajar, bukan sebagai joki digital. Jika kamu menggunakan AI, maka kamu wajib menyebutkan dengan jujur dan terbuka. Tugas kuliah harus mencerminkan pemahaman dan usaha kamu sendiri. Kalau kamu ragu, tanya dosennya langsung. Setiap kampus dan mata kuliah bisa punya aturan yang beda. Jadi, selalu cek kebijakan di kampus-mu masing-masing ya.
Disclaimer: Sebagian konten dalam tulisan ini dikembangkan dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI). Ide utama dan draf awal tulisan merupakan kontribusi orisinal penulis. AI digunakan sebagai alat bantu untuk mempercepat penulisan (OpenAI ChatGPT), mencari dan mengumpulkan literatur yang relevan (Google Gemini), serta menciptakan ilustrasi di awal (ChatGPT). Penulis tetap melakukan kurasi dan pengeditan naskah, serta pengecekan untuk memastikan akurasi dan relevansi. Penggunaan AI tidak menggantikan tanggung jawab penulis, melainkan berfungsi sebagai mitra kreatif dalam pengembangan materi.
Di era sekarang, siapa yang tak kenal ChatGPT, Copilot, Gemini, dan kawan-kawannya? Mahasiswa dari berbagai jurusan sudah mulai akrab sekali dengan pakai alat-alat berbasis Generative AI (GenAI). Ada yang pakai buat nyari ide tugas, bikin esai, nulis skrip presentasi, bahkan bantu ngoding. Sangat praktis!
Tapi kok lama-lama ngerasa otak jadi makin males mikir ya? Wah, hati-hati, bisa jadi kamu lagi masuk ke jebakan nyaman. Beberapa studi ilmiah terbaru menyebutkan bahwa penggunaan AI secara berlebihan ternyata berdampak buruk terhadap proses belajar dan perkembangan keterampilan manusia. Berikut ini adalah tiga dampak negatif utama berdasarkan studi ilmiah:
1. Penurunan Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut studi Kasneci et al. (2023) dan Rahimi & Kord (2024), penggunaan AI secara terus menerus bisa melemahkan kemampuan analisis dan berpikir kritis. Mahasiswa cenderung menerima hasil dari AI tanpa bertanya: “Apakah ini masuk akal? Apakah ada bias dalam jawabannya? Apa ada sudut pandang lain?”
Akhirnya, kamu dapat kehilangan kemampuan untuk menyusun logika berpikir sendiri dan kesulitan saat harus berdiskusi, debat, atau ambil keputusan penting—baik di kampus, kerja, maupun kehidupan sosial. Contohnya, kamu pakai AI buat bikin esai. Esainya kelihatan rapi, strukturnya oke. Tapi pas dosen tanya: “Kenapa kamu ambil sudut pandang ini?” kamu bingung jawab karena nggak ngerti dasar pemikiran di baliknya.
2. Ketergantungan Berlebih (Over-reliance)
Penelitian Lyu dkk. (2024) dan Skulmowski & Xu (2021) nunjukin fenomena “automation bias” atau “cognitive offloading” dimana kita jadi kurang waspada terhadap kesalahan halus dalam jawaban AI dan tidak merasa perlu untuk double-check, meskipun AI juga bisa “halu.”
Contohnya, kamu mendapat tugas coding, AI kasih solusi, kamu tinggal copy-paste. Tapi ternyata ada kesalahan mendasar — kamu nggak sadar karena gak ngecek logikanya. Contoh lain, misal kamu mendapat tugas baca literatur, AI kasih kamu ringkasan, kamu kutip hasil ringkasan tanpa cek ulang akurasinya, sehingga malah menyebarkan informasi yang keliru.
3. Kehilangan Keterampilan (Deskilling)
Pernah merasa sulit menulis dari nol tanpa bantuan AI? Itu tanda bahwa kamu mulai kehilangan kemampuan dasar yang dulu kamu kuasai. Menurut Acemoglu & Restrepo (2018), deskilling adalah risiko nyata dalam era otomatisasi—AI menggantikan proses belajar, dan manusia kehilangan kemampuannya sendiri.
Kamu jadi nggak lagi bisa menulis dengan struktur yang rapi, malas membaca literatur atau mengolah data secara manual, ngoding cuma bisa copas dari AI, tapi nggak ngerti logikanya. Hasilnya, kamu mungkin terlihat “pintar” selama kuliah karena AI, tapi saat masuk dunia kerja atau lanjut studi, kamu kesulitan menunjukkan keterampilan dasar yang seharusnya kamu kuasai.
Kalau kamu sendiri gak ngembangin skill berpikir, menganalisis, dan mencipta — terus apa bedanya kamu sama AI?
Perusahaan ke depan gak butuh orang yang cuma bisa nanya ke AI. Mereka butuh orang yang bisa kasih nilai tambah dari AI. Yang bisa ngasih nilai tambah manusia — ide orisinal, pemikiran strategis, empati, intuisi. Kalau itu nggak kamu latih, maka AI bukan cuma alat bantu tapi bisa jadimenggantikanmu di masa depan.
Jadi apakah AI itu jahat? Nggak juga. AI bisa jadi alat bantu luar biasa asal dipakai dengan sadar dan bertanggung jawab. Tapi kalau kamu jadikan AI sebagai jalan pintas buat “lepas dari mikir”, bisa jadi kemampuanmu lama-lama memudar tanpa terasa.
Ingat, IPK bagus itu bukan segalanya. Yang penting adalah kamu benar-benar tumbuh jadi pembelajar mandiri yang siap berpikir kritis dan bertindak bijak . Kalau kamu berhenti belajar dengan benar, AI justru akan menjadi saingan terberatmu — dan kamu bisa kalah.
5 Tips Sehat Gunakan AI:
Mulai dari kamu dulu. Pakai AI buat revisi, bukan buat nulis dari nol.
Verifikasi semua informasi. AI itu pintar, tapi bukan tanpa salah.
Jaga proses berpikirmu tetap aktif. Jangan skip refleksi dan analisis.
Gunakan AI buat latihan, bukan buat lari dari tugas. Generate soal, bukan jawabannya.
Selalu jujur dan transparan. Kalau kamu pakai AI dalam pengerjaan tugas, sampaikan dengan terbuka.
Referensi:
Acemoglu, D., & Restrepo, P. (2018). The Race between Man and Machine: Implications of Technology for Growth, Factor Shares, and Employment. American Economic Review, 108(6), 1488-1542.
Akgun, S., & Greenhow, C. (2022). Artificial intelligence in education: Addressing ethical challenges in K-12 settings. AI and Ethics, 2(3), 431-440.
Kasneci, E., et al. (2023). ChatGPT for good? On opportunities and challenges of large language models for education. Learning and Individual Differences, 103, 102274.
Lyu, Q., et al. (2024). Cautionary Tales: A Survey on Potential Negative Consequences of Using Generative AI in Education. arXiv preprint arXiv:2402.19093.
Rahimi, R., & Kord, M. (2024). Navigating the challenges of artificial intelligence in higher education: A state-of-the-art analysis. Multimedia Tools and Applications, 1-25.
Skulmowski, A., & Xu, K. M. (2021). Understanding cognitive load in digital and online learning: a new perspective on extraneous cognitive load. Educational Psychology Review, 34(1), 1-32.
Disclaimer: Sebagian konten dalam tulisan ini dikembangkan dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI). Ide utama dan draf awal tulisan merupakan kontribusi orisinal penulis. AI digunakan sebagai alat bantu untuk mempercepat penulisan (OpenAI ChatGPT), mencari dan mengumpulkan literatur yang relevan (Google Gemini), serta menciptakan ilustrasi di awal (ChatGPT). Penulis tetap melakukan kurasi dan pengeditan naskah, serta pengecekan terhadap literatur untuk memastikan akurasi dan relevansinya. Penggunaan AI tidak menggantikan tanggung jawab intelektual penulis, melainkan berfungsi sebagai mitra kreatif dalam pengembangan materi.
Pernah nggak sih, kamu denger pepatah “Orang berpendidikan itu bukan cuma dilihat dari gelarnya, tapi juga dari cara dia berpikir, berbicara, dan menulis.” Pernyataan ini bukan cuma pepatah kosong. Seiring berkembangnya dunia, kita nggak cuma butuh gelar, tapi juga skill dan cara kita menerapkan ilmu yang kita punya.
Bayangin, deh, kalau kamu lagi nulis laporan tugas akhir atau skripsi. Dua orang, sama-sama ngambil topik yang sama, tapi hasilnya bisa beda jauh. Yang satu nulis dengan cara yang terstruktur, penuh data yang mendalam, serta penjelasan yang bikin pembaca berpikir, “Wow, ini keren banget!.” Sementara yang lain, nulis dengan gaya yang agak asal-asalan, data nggak cukup, dan penjelasannya pun pas-pasan. Padahal, keduanya sama-sama punya gelar Sarjana Teknik.
Dalam tulisan ini, kita bakal bahas perbedaan antara Skripsi dari Sarjana Teknik “Kelas Dunia” dan “Kelas Kaleng” dalam menulis laporan ilmiah. Biar nggak cuma pinter teorinya, tapi juga punya cara berpikir dan menulis yang berkualitas—sesuai dengan Standar Internasional Sarjana Teknik (Washington Accord/iabee.or.id)
Bab Pendahuluan
Sarjana Kelas Dunia menulis bab Pendahuluan dengan membahas isu kontemporer dan tren industri yang relevan dengan masalah yang akan diselesaikan, seperti mengutip data dan tren global, serta menjelaskan relevansi dengan konteks lokal. Mereka juga merumuskan masalah dengan jelas, mencakup latar belakang teknis, urgensi, dan pendekatan solusi.
Sarjana Kelas Kaleng tidak menyebutkan tren, data, atau konteks industri terkini. Mereka hanya menyampaikan masalah secara umum, tanpa penjelasan mendalam tentang latar belakang atau urgensinya.
Kelas Dunia
Kelas Kaleng
Dalam beberapa tahun terakhir, efisiensi energi telah menjadi fokus utama di sektor industri manufaktur, terutama seiring dengan meningkatnya biaya energi dan tekanan global terhadap emisi karbon (IEA, 2022). Sistem pendingin, sebagai salah satu komponen energi-intensif dalam proses produksi, memainkan peran kunci dalam konsumsi energi total pabrik.
Menurut laporan McKinsey (2021), potensi penghematan energi hingga 20% dapat dicapai dengan mengoptimalkan sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) melalui pendekatan berbasis data dan otomatisasi. Namun, banyak pabrik di Indonesia masih menggunakan sistem konvensional yang tidak adaptif terhadap fluktuasi beban produksi, sehingga menyebabkan pemborosan energi dan biaya operasional yang tinggi.
Studi ini bertujuan untuk merancang solusi berbasis rekayasa sistem guna mengoptimalkan kinerja sistem pendingin melalui pemodelan termal dan algoritma kontrol prediktif, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan operasional pabrik.
Sistem pendingin sangat penting dalam pabrik karena berfungsi untuk menjaga suhu agar tetap stabil. Banyak pabrik memakai sistem pendingin untuk proses produksi. Jika tidak optimal, sistem pendingin bisa menyebabkan masalah.
Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas sistem pendingin agar bisa lebih baik. Penelitian dilakukan di sebuah pabrik manufaktur. Tujuan penelitian adalah untuk mencari cara agar sistem pendingin bisa digunakan secara lebih efisien.
Bab Tinjauan Pustaka
Sarjana Kelas Dunia menggunakan jurnal ilmiah terkini (5 tahun terakhir), standar internasional, atau solusi mutakhir yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal bereputasi dan standar teknis global, serta literatur yang secara langsung mendukung solusi yang diusulkan.
Sarjana Kelas Kaleng menggunakan referensi yang bersifat umum, tidak menyebutkan jurnal atau standar yang kredibel, dan mengandalkan sumber yang tidak jelas, seperti “buku umum” tanpa rincian. Literatur yang digunakan tidak terhubung langsung dengan masalah riset yang sedang dibahas.
Kelas Dunia
Kelas Kaleng
Penggunaan sistem pendingin yang efisien dalam industri manufaktur menjadi krusial dalam menekan konsumsi energi dan mengurangi emisi karbon. Studi oleh Zhang et al. (2021) menunjukkan bahwa penerapan algoritma kontrol prediktif berbasis model (Model Predictive Control/MPC) mampu meningkatkan efisiensi energi sistem HVAC hingga 18% dibandingkan metode konvensional. Selain itu, standar internasional seperti ASHRAE Standard 90.1-2019 memberikan pedoman teknis terkini mengenai efisiensi sistem pendingin di bangunan komersial dan industri.
Pendekatan berbasis Internet of Things (IoT) juga semakin sering digunakan untuk melakukan pemantauan dan pengendalian jarak jauh pada sistem pendingin (Lee et al., 2022), menunjukkan pergeseran dari sistem reaktif ke sistem yang lebih cerdas dan adaptif.
Kajian ini menjadi landasan penting dalam merancang sistem pendingin yang tidak hanya hemat energi, tetapi juga responsif terhadap dinamika operasional pabrik.
Beberapa penelitian telah membahas tentang sistem pendingin di pabrik. Sistem ini harus bekerja dengan baik agar suhu di dalam pabrik tetap stabil. Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa efisiensi energi itu penting, namun tidak semua sistem pendingin efisien.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Buku-buku teknik mesin juga banyak membahas tentang sistem pendingin. Namun, belum banyak yang membahas penerapan sistem pendingin yang hemat energi dalam pabrik di Indonesia.
Bab Dasar Teori
Sarjana Kelas Dunia menerapkan prinsip ilmiah dan rekayasa secara tepat dan mendalam, misalnya dengan menjelaskan first law of thermodynamics atau Model Predictive Control (MPC) secara rinci. Penjelasan prinsip dilengkapi dengan referensi ilmiah dan dikaitkan dengan konteks aplikasi yang relevan.
Sarjana Kelas Kaleng hanya menyebut prinsip secara umum tanpa penjelasan teknis yang mendalam. Teori dijelaskan secara terbatas, tidak didukung literatur yang kuat, dan tidak dikaitkan dengan konteks penerapannya.
Kelas Dunia
Kelas Kaleng
Sistem pendingin dalam industri manufaktur memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan suhu dan kelembaban yang optimal di area produksi. Prinsip dasar yang digunakan dalam pengendalian suhu pada sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) mengacu pada first law of thermodynamics, yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, hanya dapat diubah bentuknya.
Dengan memanfaatkan algoritma Model Predictive Control (MPC), kita dapat memprediksi dan mengontrol konsumsi energi secara efisien dengan meminimalkan fluktuasi suhu yang berlebihan, sehingga mengurangi pemborosan energi.
MPC mengoptimalkan penggunaan energi dengan merencanakan input kontrol masa depan berdasarkan model dinamis sistem, yang sesuai dengan prinsip kontrol optimal dalam rekayasa industri (Camacho & Bordons, 2013). Implementasi teknik ini didukung oleh teori sistem terbuka dalam thermodinamika dan teori kendali optimal, yang keduanya berfungsi untuk mencapai efisiensi energi yang lebih tinggi dalam sistem pendingin industri.
Sistem pendingin digunakan untuk menjaga suhu di pabrik agar tetap stabil. Prinsip dasar yang digunakan dalam sistem ini adalah untuk mendinginkan udara menggunakan alat pendingin.
Algoritma yang digunakan untuk mengontrol suhu bisa berfungsi dengan baik jika diprogram dengan benar. Prinsip termodinamika dapat diterapkan dalam pengendalian suhu, dan hal ini membantu mengurangi penggunaan energi yang berlebihan. Secara umum, sistem pendingin berfungsi untuk menjaga suhu, yang dapat mendukung perancangan solusi.
Bab Metode Penelitian
Sarjana Kelas Dunia merancang metode dan pengumpulan data secara jelas, terstruktur, dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga mudah direplikasi. Pemilihan metode didukung oleh justifikasi akademik dan teknis yang kuat. Mereka menggunakan alat teknik modern dengan hasil terukur dan relevan. Asumsi dan keterbatasan dianalisis secara kritis, sehingga menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap keterbatasan metode/pendekatan yang dipilih.
Sarjana Kelas Kaleng menyusun metode secara umum dan kurang rinci, dengan hubungan yang tidak jelas terhadap tujuan penelitian. Metode yang digunakan dijelaskan seadanya tanpa justifikasi sedalam. Alat yang digunakan terbatas pada Software yang tersedia tanpa penjelasan teknis yang kuat. Asumsi sering kali diabaikan, dan keterbatasan metode hanya disebutkan sekilas tanpa pembahasan mendalam.
Kelas Dunia
Kelas Kaleng
Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental kuasi melalui pemodelan sistem pendingin berbasis Model Predictive Control (MPC) yang disimulasikan dalam lingkungan MATLAB/Simulink.
Data operasional sistem pendingin dikumpulkan dari sensor suhu dan tekanan yang dipasang di unit HVAC di Pabrik XYZ selama periode dua minggu, dengan resolusi data 1 menit. Pemilihan MPC didasarkan pada kemampuannya mengantisipasi perubahan beban termal dan mengoptimalkan konsumsi energi secara real-time (Camacho & Bordons, 2013).
Simulasi dilakukan dengan mengasumsikan kestabilan pasokan daya dan konduktivitas termal ruang produksi yang homogen. Validitas metode diuji melalui cross-validation dengan data historis, dan hasil simulasi dibandingkan dengan baseline konvensional (on-off control). Analisis performa mencakup efisiensi energi (kWh/m²), response time, dan thermal comfort index.
Keterbatasan pendekatan ini terletak pada asumsi kestabilan kondisi lingkungan eksternal dan keterbatasan akurasi model termal yang belum mempertimbangkan kelembaban relatif secara dinamis.
Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dari sistem pendingin di pabrik. Data dikumpulkan selama beberapa waktu. Setelah itu, data dianalisis menggunakan Microsoft Excel.
Metode yang digunakan adalah membandingkan sebelum dan sesudah pengoptimalan. Alat yang dipakai sudah umum digunakan di bidang teknik mesin.
Penelitian ini tidak menggunakan banyak asumsi karena data diambil langsung dari lapangan. Metode ini dianggap cukup untuk menjawab tujuan penelitian meskipun mungkin ada keterbatasan, seperti kurangnya waktu untuk pengambilan data.
Bab Hasil dan Pembahasan
Sarjana Kelas Dunia melakukan analisis data secara akurat, berbasis angka, menggunakan metode yang valid dan mendalam. Mereka mengintegrasikan teori ilmiah dan ilmu keteknikan yang relevan, seperti aspek kontrol, efisiensi, dan manajemen dalam analisis. Mereka juga mempertimbangkan aspek ekonomi seperti perhitungan break-even point, penghematan, dan biaya investasi. Pertimbangan etis, sosial, dan lingkungan juga dibahas, termasuk isu keberlanjutan, kondisi pekerja, dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Sarjana Kelas Kaleng menyajikan analisis data secara umum tanpa pendekatan kuantitatif atau teknik analisis yang jelas. Integrasi teori ilmiah dan ilmu teknik dalam analisis minim atau tidak terlihat. Tidak terdapat analisis ekonomi kuantitatif, dan pembahasan etika serta dampak sosial-lingkungan bersifat umum dan kurang relevan..
Kelas Dunia
Kelas Kaleng
Hasil simulasi menunjukkan bahwa penerapan Model Predictive Control (MPC) pada sistem pendingin berhasil menurunkan konsumsi energi sebesar 16,4% dibandingkan metode konvensional on-off. Selain itu, thermal comfort index meningkat sebesar 12%, menunjukkan peningkatan kestabilan suhu ruangan. Analisis sensitivitas terhadap fluktuasi beban produksi mengonfirmasi bahwa MPC mampu mempertahankan kinerja stabil dalam skenario variatif.
Dari sisi ekonomi, investasi awal sebesar Rp150 juta untuk implementasi sistem MPC dapat kembali dalam waktu 1,8 tahun melalui penghematan energi bulanan sebesar Rp7 juta. Sementara itu, pemanfaatan algoritma kontrol canggih ini juga menunjukkan potensi penurunan emisi CO₂ sebesar 11% per tahun, yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
Secara etis, penggunaan teknologi ini tidak menggantikan tenaga kerja manusia, melainkan mendukung operator dengan sistem pengambilan keputusan berbasis data. Di samping itu, peningkatan efisiensi energi berkontribusi pada tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pengurangan jejak karbon industri manufaktur (UNEP, 2023).
Setelah dilakukan analisis, sistem pendingin yang dioptimalkan menunjukkan adanya penurunan penggunaan energi. Penurunan ini terlihat dari data yang dibandingkan sebelum dan sesudah dilakukan pengaturan ulang.
Hasilnya cukup memuaskan karena menunjukkan penghematan. Namun, tidak semua data menunjukkan hasil yang sama, ada beberapa fluktuasi. Biaya pemasangan alat baru memang ada, tapi belum dapat dihitung secara rinci karena di Indonesia alatnya belum ada yang menjual.
Solusi yang diberikan bisa digunakan di pabrik-pabrik lain juga. Penelitian ini bermanfaat bagi pabrik dan juga bisa membantu lingkungan.
Bab Kesimpulan
Sarjana Kelas Dunia menyusun kesimpulan yang jelas, terperinci, dan sepenuhnya didukung oleh data serta analisis yang telah dilakukan. Solusi yang diusulkan teruji dan didukung oleh bukti serta analisis yang kuat. Mereka juga secara eksplisit mengidentifikasi keterbatasan penelitian dan memberikan saran pengembangan lanjutan yang terstruktur dan relevan.
Sarjana Kelas Kaleng menyampaikan kesimpulan yang cenderung umum dan tidak sepenuhnya didukung oleh data. Solusi yang ditawarkan relevan namun kurang didukung dengan analisis dan bukti yang cukup. Keterbatasan hanya disebutkan sekilas, tanpa arahan yang jelas untuk pengembangan riset di masa depan.
Kelas Dunia
Kelas Kaleng
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Model Predictive Control (MPC) pada sistem pendingin di Pabrik XYZ berhasil mengurangi konsumsi energi sebesar 16,4% dan meningkatkan kenyamanan termal sebesar 12%, yang secara signifikan mendukung efisiensi operasional pabrik. Hasil ini diperoleh melalui simulasi yang cermat dan validasi dengan data historis.
Berdasarkan analisis ekonomi, investasi awal untuk penerapan teknologi ini dapat kembali dalam waktu 1,8 tahun, dengan penghematan energi bulanan yang stabil. Namun, beberapa keterbatasan seperti asumsi kestabilan lingkungan eksternal dan pengaruh kelembaban yang tidak dipertimbangkan dalam model memerlukan penelitian lebih lanjut.
Ke depan, penerapan teknologi yang lebih adaptif terhadap variabel lingkungan dinamis dan integrasi sistem berbasis IoT dapat meningkatkan kinerja sistem secara lebih signifikan. Penelitian ini juga membuka peluang untuk pengembangan solusi serupa di sektor lain, seperti di bangunan komersial, yang memiliki kebutuhan serupa untuk efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon.
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sistem pendingin yang sudah diubah menunjukkan penghematan energi. Meski ada penghematan, hasilnya tidak selalu konsisten dan fluktuasi data perlu diperhatikan.
Solusi yang diajukan cukup efektif menyelesaikan masalah, tetapi belum diuji kesesuaiannya di semua pabrik. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah waktu yang terbatas untuk mengumpulkan data.
Di masa depan, penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kelembaban dan kondisi cuaca. Selain itu, pengujian di pabrik lain juga bisa dilakukan untuk mengetahui apakah solusi ini dapat diterapkan secara luas.
Sebagai penutup, tulisan ini menegaskan bahwa perbedaan antara skripsi sarjana teknik Kelas Dunia dan Kelas Kaleng tidak terletak pada kecanggihan alat/metode yang digunakan semata, tetapi pada cara berpikir, menyusun argumen, dan mengintegrasikan ilmu secara sistematis dalam penulisan ilmiah.
Disclaimer: Sebagian konten dalam tulisan ini telah dikembangkan dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya dari platform OpenAI ChatGPT dan Google Gemini. AI digunakan sebagai alat bantu untuk mempercepat proses penulisan, menyajikan ilustrasi di awal, dan memberikan contoh penggalan naskah skripsi. Ide utama tulisan merupakan kontribusi orisinal penulis. Penulis tetap melakukan kurasi, pengeditan, dan penyesuaian atas semua konten untuk memastikan akurasi, relevansi, serta kesesuaian dengan konteks pendidikan teknik di Indonesia. Penggunaan AI tidak menggantikan tanggung jawab intelektual penulis, melainkan berfungsi sebagai mitra kreatif dalam pengembangan materi.
We use cookies to ensure that we could give you the best experience on our website. If you continue to use this site we will assume that you are agree with our decision.
Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami dapat memberikan Anda pengalaman terbaik di situs web kami. Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap bahwa Anda setuju dengan kami.Accept/Setuju