Beberapa tahun lalu, muncul masukan dari alumni Teknik Industri UGM. Mereka menyampaikan bahwa pembelajaran di kampus terlalu fokus pada topik-topik yang sempit. Mata kuliah cenderung mengajarkan konsep secara terpisah. Akibatnya, mahasiswa kesulitan melihat bagaimana ilmu Teknik Industri diterapkan secara utuh di dunia nyata.
Masukan ini penting. Mahasiswa Teknik Industri perlu belajar memecahkan masalah yang tidak hanya bersifat teknis. Di lapangan, masalah sering kali bersifat kompleks dan melibatkan banyak aspek sekaligus. Maka, diperlukan pendekatan belajar yang lebih menyeluruh dan berbasis konteks nyata.
Namun, literatur studi kasus Teknik Industri yang relevan dengan konteks Indonesia masih sangat terbatas. Kebanyakan studi kasus yang tersedia berasal dari perusahaan besar di luar negeri, dengan sistem yang sudah mapan dan data yang lengkap. Padahal, banyak tantangan di industri Indonesia—khususnya di sektor UMKM—tidak dapat disederhanakan dalam kerangka yang sama. Kondisi lapangan di Indonesia sering kali ditandai oleh keterbatasan sumber daya, proses informal, dan dinamika operasional yang kompleks.
Untuk menjawab tantangan ini, kami mengembangkan dua studi kasus. Keduanya diambil dari usaha kecil menengah (UMKM) yang beroperasi di Yogyakarta. Kami memilih UMKM karena mereka menghadapi masalah nyata yang relevan dengan keilmuan Teknik Industri, dan sekaligus dekat dengan kehidupan mahasiswa.
Dua studi kasus ini kami rancang untuk menguji kemampuan mahasiswa dalam berpikir sistematis. Mahasiswa tidak hanya dituntut memahami satu aspek, tetapi juga melihat hubungan antar bagian dalam sistem produksi. Mereka juga belajar bekerja dengan data yang tidak selalu lengkap, seperti yang biasa terjadi di dunia kerja. Dengan pendekatan yang tepat, dua kasus tersebut dapat diselesaikan dengan pena dan kertas, tanpa perlu alat bantu komputer atau software canggih.
Melalui pendekatan ini, mahasiswa dilatih untuk mengembangkan solusi yang tidak hanya logis, tetapi juga realistis. Mereka harus mempertimbangkan keterbatasan pelaku UMKM, baik dari sisi anggaran, sumber daya manusia, maupun kapasitas teknis. Dengan begitu, mahasiswa belajar menerapkan ilmunya secara kontekstual.
Langkah ini baru tahap awal. Ke depan, kami berharap semakin banyak studi kasus kontekstual yang dikembangkan dan digunakan dalam pembelajaran Teknik Industri. Studi-studi semacam ini penting untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Sebab pada akhirnya, keberhasilan pendidikan Teknik Industri tidak cukup diukur dari seberapa dalam mahasiswa memahami konsep, tetapi dari seberapa siap mereka terlibat langsung dalam memecahkan persoalan nyata di lapangan.
Mohon masukan dari rekan-rekan semua!